*ket : pict anak2 di Masjidil Aqsha*
Humm…, setiap kali naik angkot, apakah yang
dirimu dengar? Yuk…, kita list satu-satu. Pertama, suara supir angkotnya yang
bilang, “Ka dalam diak. Taruih ka dalam. Goyang-goyang stek yoo…” (heheh, bakat
jadi supir angkot niiih). Kedua, suara orang2 ngobrol or ngerumpi. Ketiga,
suara “Zzzzz…” dari orang-orang yg ketiduran (hehe, ngaco!). Keempat, ini yang
paliiiiiiiiiiiing sering terjadi, suara music yang entah berentah.
Gedubyaar…grrrr…., bikin jantung serasa copot ajah. Mulai dari yang
mellow-mellow, yang nge-rap2, yg nge-rock2 (untung supir angkotnya gak ikutan
pake rok pulak. Hihi, gak nyambung!), yg nge-jazz2 de es te, entah apaa lagi
ituuu, secara diri Na memang tak terlalu suka music. (Teman2 bilang, Na
sanguinis yg aneh, yang tak suka music maupun nonton pilem. Perlu sikit Na
garisbawahi, bukan tak suka, tapi hanya kurang suka saja. Lebih enjoy tanpa
music. Makanya kalo lagi di depan kompi, lebih sering sunyinya dari pada ada
suara2nya).
Nah…nah…kemana pun kaki melangkah (eihh,
maksudnya, di mana pun angkotnya), selalu gak pernah sepi dari yang namanya
music. Bukan Cuma di angkot siiih, di bus kota jugah, di tipi-tipi jugah, di
radio jugah (pake acara kirim salam, lagi!). Waaaah…
Lalu, apa akibat....
Anak-anak kecil yang baru tiga atawa empat
taon, bahkan sudah bisa “muraja’ah” hapalan lagu2 pop terbaru. Coba, moso’ anak
TK nyanyinya,…”Aku mencintaimu..wo..wo..wo..” (lho, emang ada lagu macam niy?
Ngada2 ajah. Maklum, laguk Na ga update, karena --sekali lagi-- Na memang tidak
suka. Pokok’e intinya nyanyi orang2 dewasalaaah). Nah..nah…, anak2 TK ajah
bahkan yg umurnya baru 3 ataw 4 tahun sampai apal tuh nyanyi2 populer saking
seringnya didengar! Haddduuuuuhhh! “Muraja’ah” hapalan lagu pop lagi! Lagi-lagi
“muraja’ah!”.
Aihh…., mau dibawa kemana ni generasi, kalo
yang ada di otaknya di umur2 yang masih sangat muda belia, isinya malah
cinta-cintaan dan kata2 lainnya yang “menjurus”. Ga salah deeh, kalo skarang
anak SD udah pinter pacaran! Emang bener ni, ghozwul fikry ntu dah mengakar dan
membudaya!
Hadduuuh….
Entahlaah. Jika Na boleh berandai-andai, maka
alangkah bahagianya seandainya yang diputer di mana-mana itu yaaa Suara ayat Al
Qur’an, dan emang bener2 didengar! Yakiin deeh, anak-anak itu pun yang di
muraja’ahnya adalah ayat-ayat Al Qur’an, secara pas usia2 segituu, kan daya
serap otaknya lagi tinggi-tingginya. Skarang mah, kalo pas waktu2 mau sholat,
aki-aki di mesjid muter Al Qur’an, ga didengar! Pas yg diputer musik2 antah
barantah, reflek lidahnya ngikutin, plus kaki dan tangan ikutan goyang.
Na rasa, semuanya wajar sangat adanya. Abiiis,
yang disuguhin dimana-mana, yaa ituuu. So pasti semuanya secara tak langsung
menelusup ke amygdale qta kan yaaah? Kalo udah dibiyasakan, yaa gitu deeh,
lagi-lagi “muraja’ah!”. Ah, jadi teringat taujinya seorang ustadz, iklannnya
bunyinya begini, “Lezatnyaaa iman!...Mari nikmati...” (pokok’e mendeskripsikan
betapa lezat dan manisnya iman, gituu deeh. Intinya, mengajak pada kebenaran
dan kebaikan! Na lupa redaksi persisnya gimana). Intinya, ketika yang
diiklankan itu adalah kebaikan dan kebaikan dan kebaikan dan kebaikan..dan
lagi-lagi kebaikan…, insya Allah yang membudaya tentulah kebaikan.
Sekali lagi, andai boleh berandai-andai,
hwaaa…, betapa indahnya ketika yang bergema di bumi ini adalah
kalimat-kalimat-Nya. Bukan nyanyian yang ngajak kepada kemaksiatan. Yang
di-muraja’ah tentulah bukan nyanyi2 jahiliyuuun itu lagi.
Indahnyaaaa…
Jadi ingat jugah, crita tentang wali Kota Gaza
yang sempat datang ke Padang waktu gempa kemaren (Hwaaa…, subhanALLAH, ditengah
ranah yang begitu luluh lantak, penuh konflik dan penuh dentuman bom, mereka
masih sempat bantu korban gempa… Luar biyasanya ukhuwwah itu yaaa?). Mereka,
dibawah tekanan yang begitu dahsyatnya, dengan ketrauma-an yang begitu
membekas, dapat mencuatkan ghiroh yang luar biasa sehingga “memproduksi” ribuan
hafidz, para penghafal AL Qur’an. Masya ALLAH sungguh luar biyasanya mereka.
Kapan yaaa, kita juga bisa menikmati indahnya
bi’ah macam nii? Kapan yaaaa?? Humm…, setidaknya dimulai dari diri sendiri dan
keluarga dulu. Kan tahapannya memang begitu? Iya, tak?
Anak-anak itu…, yang wajahnya masih sangat
lugu-lugu. Tergantung, mau “diwarnai” dengan apa. Miris juga hati niiy melihat
anak-anak dengan mata polos dan wajah yang lugu itu menyanyikan nyanyi
cinta-cintaan. Mereka belum mengerti tentang ituuu, tapi mereka melafazkannya.
Miris! Sungguh! Bahkan, ada yg maknya sampai berbinar-binar bangga waktu tau
anaknya yang umurnya baru tiga tahun sudah bisa melafalkan nyanyi “Bang..SMS
siapa ini bang….”.
Membiasakan yang benar, atau membenarkan yang
biasa? Kebanyakan yang terjadi adalah….membenarkan yang biasa! Maka, tak salah
jika ‘mereka’ yg di ujung lorong sana (lho??) memanfaatkan hal ini, agar umat
Islam membenarkan yang biasa. Jadi mereka membiasakan sesuatu yang sebenarnya
bukan budaya Islam. Na pernah merasa cukup tersungging, eihh..tersinggung
sekaligus sediih dengan ucapan teman SMP- Na dulu yang udah 7 tahun tak bersua.
Dia bilang begini (dengan cukup sinis, waktu itu), “Berislam itu yang
biasa-biasa saja laahh…, jangan ekstrem-ekstrem begitu!” (dia bilang begini
mungkin karena jilbab Na (waktu itu blm niqob-an) kali yaaa, secara waktu
reunian itu, cuma dua orang yang jilbaban “rapi”). Lha, yang biasa menurutnya
itu seperti apa siiiiih???yang ekstrem itu yang seperti apa siih? Bukankah yg
nutup aurat itu BUKAN yg nutupin rambut doang? Bukankah yang dibilangnya ektrem
itu semestinya adalah yang biasa-biasa saja? Aiihh…
Humm…, setidaknya dimulai dari diri kita dulu
yaah? Mempersiapkan generasi rabbani itu, yang tak mungkin pula sekejap. Yaaa,
harus dari sekarang laaah. Sebab, insya Allah, merekalah yang kemudian akan
melanjutkan perjuangan ini. Menjadi “agent of change” itu!
So, Semangaddd...ganbatte!!!
0 comments:
Post a Comment