Wednesday, October 30, 2013

✿ Perempuan ini ✿




: Menyisakan cerita untuk hari ini..

Pernah satu hari, Na merasa takut menjadi seorang perempuan, yang mudah meluruh dan tersentuh dengan keadaan. Bahkan, takut karena perasaan ini yang selalu menyalahkan dirinya. Sering juga terbersit, kenapa Na tidak terlahir seperti perempuan lainnya? Yang mampu tegak dan bersikeras untuk menopang perasaannya. Tampak kuat hingga jarang ditemukan buliran-buliran bening di sudut matanya.

Apakah rimanya perempuan ini selalu terbayarkan oleh tangisan? Merasa perasaan itu akan terusir dengan air mata. Kadang wajah ini harus bersembunyi di balik ketundukan. Minimal di balik hijab yang membantu untuk menyamarkan.

Tahukah? Perempuan ini yang begitu mudah menurut oleh perasaannya. Entah karena ia begitu lembut hingga akan merasa terbayarkan kesemuanya oleh deraian air mata yang nantinya membawa mata ini sembab tak karuan.

Perempuan ini yang kadang rimanya terenyuh lagi mengalah atas apa yang terjadi. Kemudian hanya bisa meredakannya dengan beradu padaNYA dalam sunyinya.

Perempuan ini juga yang terkadang harus bernafas terputus-putus karena menyangga perasaannya yang seringkali hampir roboh oleh isakan yang merajainya. Sesekali mungkin memainkan kedua tangannya untuk menghapusnya.

Dan, perempuan ini yang akhirnya memang harus mengendalikannya. Sandaran perasaannya memang akan dikembalikan padaNYA. Sebab, perempuan ini yakin, ada energi yang harus diserap untuk perasaannya agar mampu dikembalikan ke tempat yang lebih baik.


Selepas hujan, ada pelangi yang mengantarnya tersenyum

✿ Leave and Go ✿


Berkali lipat, Na temui wajah sekitar dengan  penuh kesembaban. Satu orang, dua orang, tiga orang, … entah sampai angka berapa harus Na hitung hingga tak lagi menemukan wajah-wajah yang dipenuhi kesenduan. Ah, meninggalkan dan ditinggalkan; rupanya, suasana ini akan memberikan suasana yang berbeda memeriakkan ruang hati seseorang..

Agaknya, di antara siang nan terik itu tak mampu mengeringkan kesembaban. Sedang Na, hanya bisa menarik diri dari kerumunan wajah-wajah itu. Kepayahan memang, saat harus berbalik dan melawan arah dari arus orang-orang yang menuju ke beberapa orang yang akan meninggalkan mereka. Setidaknya mencoba melesap pergi, agar tidak menarik Na ke rasa yang sama, sendu...

Meninggalkan dan ditinggalkan. Entah berapa banyak cerita ini terkumpul dari mereka yang meninggalkan. Kemudian tak sedikit pula menyisakan rasa terserak dari yang merasa ditinggalkan. Baik sementara, atau mungkin selamanya. Tetap saja tak bisa mengalihkan perasaan yang sejatinya memang ada.

Kepergian... Suatu sikap yang justru menjadi satu harapan besar bagi yang ditinggalkan untuk kembali, dalam keadaan yang dikehendakinya. Dan bagi yang ditinggalkan seharusnya memasrahkan kepergiannya untuk tetap bisa kembali dalam keadaan yang dikehendakiNYA, ALLAH Ta’ala. 

Jika setelah pertemuan yang kita lewati karena kehendakNYA, maka bersiaplah untuk menyambut perpisahan dalam bentuk apapun... Entah sesuai keinginan, pun bisa jadi yang bertolak dari kita...

Sejatinya, kita akan bertemu keduanya; pertemuan dan perpisahan, yang diperuntukkan kepada kehidupan... Maka, nikmatilah!

Saat bingar riuh rendah orang-orang di sekitar Na menyentuh selaput pendengaran Na, tiba-tiba terdengar panggilan cinta-NYA..jiwa Na bergetar.

Ya, ALLAH..! Panggilan-Mu sungguh memenuhi qalbu dan menjadi lirikan hati setiap muslim dunia...
Rabbi.. Adakah  Na bisa selalu merasakan getar-getar ini..? dan menerima Qadar-MU, Pertemuan dan Perpisahan itu, walau sendu...


Waktu, ia akan mengantar dan menjemput
Sedang kita, hanya menjumput di antaranya

Monday, October 21, 2013

✿✿ Asa ✿✿



Rinai hujan dan tilawah syahdu...

ritme nya menyatu dalam bahasa sunyi..

asa yang tak pernah pupus...

suatu saat,

kau bisikkan bait-bait Ar-Rahman untukku...


Wednesday, October 9, 2013

✿ Memungut Semangat ✿




jikalau nanti kamu ingin berhenti, renungi-lah ini..


Satu waktu, sudah lama sekali. Seseorang berkata dengan wajah sendu,
”Alangkah beratnya..alangkah banyak rintangan..alangkah berbilang sandungan..alangkah rumitnya.”

Aku bertanya, “lalu?” 

dia menatapku dalam-dalam, lalu menunduk. “Apakah sebaiknya kuhentikan saja ikhtiar ini?”

"Hanya karena itu kau menyerah kawan?" Aku bertanya meski tak begitu yakin apakah aku sanggup menghadapi selaksa badai ujian dalam ikhtiar seperti yang dialaminya.

"Yah..bagaimana lagi? Tidakkah semua halangan ini pertanda bahwa ALLAH tak meridhainya?"

Aku membersamainya menghela nafas panjang Lalu bertanya,
”Andai Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam berpikir sebagai mana engkau menalar,akan adakah Islam dimuka bumi?”

“Maksudmu..?” ia terbelalak.

"Ya, andai Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam berpikir bahwa banyak kesulitan berarti tak diridhai ALLAH, bukankah ia akan berhenti diawal-awal risalah?"

"Ada banyak titik sepertimu saat ini, saat Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam bisa mempertimbangkan untuk menghentikan ikhtiar. 
Mungkin saat dalam rukuknya ia dijerat dibagian leher.
Mungkin saat ia sujud lalu kepalanya disiram isi perut unta. 
Mungkin saat ia bangkit dari duduk lalu dahinya disambar batu. 
Mungkin saat ia dikatai gila,penyair, dukun, dan tukang sihir. 
Mungkin saat ia dan keluarga diboikot total di syi’ab Abi Thalib. 
Mungkin saat ia saksikan sahabat-sahabatnya disiksa didepan mata. 
Atau saat paman terkasih dan istri tersayang berpulang.
Atau justru saat dunia ditawarkan padanya; tahta, harta,wanita."

"Jika Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam berpikir sebagaimana engkau menalar,tidakkah ia punya banyak saat untuk memilih berhenti..???
Tapi Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam tahu, kawan...
Ridha ALLAH tak terletak pada sulit atau mudahnya,berat atau ringannya,bahagia atau deritanya,senyum atau lukanya,tawa atau tangisnya."

"Ridha ALLAH terletak pada apakah kita mentaatiNYA dalam menghadapi semua itu..
Apakah kita berjalan dengan menjaga perintah dan larangNYA."

"Maka selama disitu engkau berjalan,bersemangatlah kawan." 

*Muhasabah Lagi dan Lagi *

Sunday, October 6, 2013

✿ peneduh hari ✿ (✿◠ ‿ ◠)


Teruntuk 'mu' Peneduh Hari...
Assalaamu’alaykum warahmatullahi wabarakaatuh wamaghfirotuh.

Bagaimana kabar 'mu'? Kabarku di sini baik-baik saja—sampai 'kamu' pergi mengepakkan sayap-sayap 'mu' meninggalkanku di sini, bersama keping-keping kenangan yang berserakan..

'kamu' tahu? Terik sekali di sini. Karena tak ada 'kamu' yang meneduhkan. 'kamu' tahu? Dingin sekali di sini. Karena tak ada senyum 'mu' yang menghangatkan. 'kamu' tahu? Meskipun terik sekaligus dingin, frekuensi hujan yang meningkat tak hentinya menyapa hari-hariku sejak kepergian 'mu'. Lama sekali baru reda... Ah, bukan. Yang hujan adalah sudut-sudut di pelupuk mataku. Kerinduan tak hentinya mengalir deras di sana. Kesedihan tak hentinya terembunkan di sana. Membasahi relung-relung hati yang sudah bertambah tebal debunya.

Walaupun demikian...
Aku mencoba mengambil sebatang pena dan secarik kertas lantas menuliskan semua kerinduan itu di sini. Berharap semuanya akan mengalir bersama setiap goresannya. Atau sekedar membeku bersama tintanya di atas kertas kusam ini. Atau mungkin ikut memburam bersama waktu yang terus berlari. Atau mungkin juga berharap akan ikut diterbangkan angin yang sedari tadi membelai lembut halaman ini. Dan tentu saja, juga berharap teriakan rindu ini akan terdengar oleh 'mu'... Atau setidaknya, tersampaikan pada 'mu'..

Tidak, aku tidak menyalahkan takdir yang memisahkan raga kita. Pun juga mengutuk waktu yang merenggut sela-sela kebersamaan kita. Karena semuanya sudah merupakan qodarNYA, ‘kan? Kita bertemu karena ALLAH dan akan berpisah pula karenaNYA. Kita bertemu di dunia bermandikan pelangi ilmuNYA ini, lalu akan berpisah pula karena 'kamu' ingin mengarungi lautan ilmuNYA di negeri bermandikan pelangi lainnya... Semuanya sudah terukir indah di atas sebuah tugu bernama nasib di Lauhul Mahfuz sana. Dan kita takkan dapat mengelak sesenti pun atau sedetik pun darinya.

"Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan ALLAH pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNYA: 1. Pemimpin yang adil; 2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan 'ibadah kepada Rabbnya; 3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid; 4. Dua orang yang saling mencintai karena ALLAH, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena ALLAH; 5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut ALLAH'; 6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya (dan sebaliknya); 7. Orang yang berdzikir kepada ALLAH dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis." 
[HR. Bukhari dan Muslim]

Hanya saja... Kata “ditinggalkan” ternyata lebih menyakitkan dibandingkan kata “pergi”. Setiap yang pergi ibarat burung yang terbang dengan bebas dan lepas. Mereka mulai merajut kebahagiaan baru di tempatnya yang baru. Sementara yang ditinggalkan, akan berkutat bersama semua kenangan yang berhamburan. Tertimbun bersama kerinduan-kerinduan yang tak bertepi.

'kamu' tahu? Benar-benar aneh rasanya melewati pekan demi pekan tanpa kehadiran 'mu' di dalamnya. Setiap waktu yang terlewati seolah menghadirkan atau membangkitkan kembali semua yang pernah kita lewati bersama. Seolah semua keping kenangan itu keluar kembali dari kotaknya. Seolah setiap kepingnya memaksa untuk diputar kembali dalam sebuah proyektor di sudut memoriku. Ah, ternyata jarak dan waktu tak rela memburamkan semuanya.

Yah... Di mana pun 'kamu' berada, tetaplah tersenyum dengan semangat yang tertumpah-ruah. Gapailah asa dan kejarlah cita-cita dengan sayap-sayap 'mu' ke langit mana pun yang 'kamu' inginkan. Lengkungan pelangi menanti di penghujung tantangan yang bertambah.

Aku pun di sini akan berjuang, serta mendo’akan 'mu' dalam setiap tapak langkah. Karena hanya dengan do’a aku bisa menggenggam 'mu'. Hanya dengan do’a aku bisa mengobati luka sepi dari rindu yang tak berpenghujung ini.... Jangan lupa, selalu ada tempat untuk kembali....*sepertinya tidak*

*ceracau gerimis senja : edisi sahabat ♥ (✿◠ ‿ ◠)

✿ Duhai Rasul ✿


duhai Rasul,
sebentang jarak dan waktu memisah antara kami dengan dirimu
dalam malu dan ketidakpantasan
kami ingin sekali mengucap namamu dengan kata cinta
lalu mengikutkannya dengan salam keselamatan
pada tiap hela nafas kami yang tak panjang

kami mengulang cerita tentangmu, perjalananmu
tentang sosokmu yang terlahir yatim
dan sejuta pesona bahkan sebelum kau dirundung wahyu
tentang perutmu yang kau ganjal batu
tentang darahmu yang kau tahan agar tak jatuh
juga saat duka dan luka menggelayut bersama penolakan itu,
kau justru lirih berucap
"semoga ALLAH mengampunkan, sebab mereka tak tahu"

duhai Rasul,
kami menyusuri langkahmu, jejakmu
sosokmu yang gagah dan wajahmu yang mengalahkan purnama
seindah senyummu yang bercahaya
dan bilah tanganmu yang kau guna untuk turut kumpulkan kayu bakar
juga sujud-sujud panjangmu
dan kenangmu dalam haru dan rindu
pada ummat yang mencintamu bahkan sebelum pernah bertemu

duhai Rasul,
kami tahu,
tidak akan mampu dapatkan syurga
hanya dengan puisi dan kata-kata indah

kecuali setelah kata terakhir itu,
penyairnya turut menerjemah sajak
dalam ketaatan yang banyak

kecuali setelah kata terakhir itu,
pembacanya ikut merapalkan syair
dalam permohonan ampun, taubat, dan inabah

duhai Rasul,
ajari kami cinta yang melintas jarak dan waktu
agar kami dapat membersamaimu nanti,
dalam waktu-waktu tanpa jeda dan tanpa akhir