Sunday, December 29, 2013

✿ Sang Pengetuk ✿





Jika sang pengetuk telah datang

Pernahkah pintumu diketuk? Diketuk oleh dia yang tak terduga. Lantas hati gelisah pada putusan untuk membuka atau tidak membuka. Bukankah dia tamu? Yah, tamu harus dijamu dengan baik. Tapi, tuan rumah memiliki hak untuk menyeka kaca yang buram, mengintip siapa sang pengetuk dan bertanya siapa dia. Atau bahkan membiarkan mentari menghangat agar terang siapa sosok dibalik pintu. Dan cinta pun brsemi di taman ketakwaan, kau tau? Karena rasa itu selalu bermain di sekitarnya, maka angin tak pernah memilih menerbangkan benih. Angin berputar, menghembus dan membawa benih yang bersedia menemaninya kemanapun tempat yang dituju.

Pada sebuah nama yang mungkin tak bertulis di Lauh Mahfuzh, kita masih yakin ada peluang yang tercipta di setiap ikhtiar dan doa. Kau tahu, sebab jodoh itu misteri alam semesta maka bisa jadi kau temukannya dari celah rerimbunan dedaunan, tetes embun berkilauan, semilir angin yang lembut, rintik hujan yang bersimfoni, hangat mentari di kala pagi dan pada siluet senja yang melembayung, namun satu yang pasti, biarkan ia menemukanmu dengan cara terindah sesuai dengan syariatNYA, maka itulah misteri yang menggetarkan jiwa..

#Serpihan dialog yang berserakan

Friday, December 27, 2013

✿ Butuh dan Ingin ✿


ALLAH memberi yang kita butuhkan, bukan yang kita ingini..

Dalam jenak-jenak putaran waktu dan dalam gulungan-gulungan cerita yang kita ukir setiap hari, ada kata yang memonopoli hidup kita. Memonopoli untuk menyetujui egoisme kita, mendominasi untuk mengalahkan rasa kita maka dialah “Ingin”. Aku ingin begini, aku ingin begitu. Di tiap bait-bait do’a yang terpanjat, masih terselip kata “Ingin”. Tapi, “butuh” tak selamanya “Ingin” kita. Tahukah kita bahwa dalam rangsangan dan reflex ada ruang yang tercipta, disitulah letak “Ingin” kita dibenarkan, tetapi bahwa rangsangan dan reflex itu letak “Ingin” ALLAH pada kita. 
Bisa jadi “Ingin” kita sejalan dengan “Ingin” ALLAH, namun terkadang justru “Ingin” itu ambivalen. Maka, Ingin ALLAH adalah yang merajai Ingin kita, karena ALLAH paling tau “butuh” kita…

Apakah ini ujian, cobaan, adzab atau…???

Terkadang kaki kita tersandung, tubuh kita terjengkang, wajah kita terjerembab, oleh laku yang tercipta. Ianya datang disikapi bermacam-macam, merutuki takdir, menyalahkan orang lain, atau lari dari masalah. Namun, mestinya kesadaran kita disentak bahwa ini bukan sekedar ujian, cobaan atau adzab tapi ini adalah tarbiyah. Tarbiyah dari ALLAH untuk menggiring kita pada sebuah kesadaran paripurna tentang hakikat kita sebagai hamba atas laku, kata dan fikir kita yang tak sejalan dengan aturanNYA. Maka, tiada mesti kita merutuki setiap sandungan itu yang justru baik dan membaikkan diri kita.

Antara logika dan nurani…

Adalah keniscayaan saat kita hidup dalam dua sisi logika dan nurani. Meski kadang suara nurani samar oleh bisingnya logika berargumentasi. Kita tak boleh alpa bahwa suara nurani yang bening itu menuntun kita menemukan jalan dari labirin-labirin argumentasi logika. Nurani berbicara perlahan dan lembut, ia tiada pernah menghakimi tindak tanduk kita. Namun logika senantiasa memberikan petunjuk matematis. Ada kalanya mereka berjibaku, saling berlomba memberi fatwa pada putusan kita, namun suara nurani adalah suara dahsyat yang mesti didahulukan. Mungkinkah mereka sejalan? Sangat! Sangat mungkin mereka bersinergi melangkah, memberi arah yang semakin terang benderang. Maka, hanya nurani yang bersih dan logika yang sehat yang mampu membuat putusan yang seiring dan sejalan.

Pantaskah??

Sudut ketidakpantasan tak melulu harus kita jadikan alasan yang tak berperi dari segala penolakan yang kita alami. Nyatanya, kita tak pernah kehabisan peluang untuk menjadi lebih baik. Ini bukan sekedar kita telah menerima penolakan, tapi sejauh mana penolakan itu telah mentransformasi diri kita pada satu titik “memantaskan diri” menjadi lebih baik. Mungkin penolakan adalah titik balik membenahi segala yang berhamburan dan tercecer kemana-mana. Ah, selalu saja kita butuh memanage sudut pandang. Seperti bulan yang memiliki sisi gelap dan terang. Sisi terang itulah yang nampak indah dari bumi, tapi ada sisi gelap yang tidak pernah kita tahu sama sekali. Bahkan, bisa jadi sisi tak nampak itu akan indah jika diterangi oleh cahaya.


✿ Perjalanan itu terasa amat panjang, jiwa-jiwa yang melaluinya mulai merasa keletihan. Jeda sejenak untuk melepas letih dan menyeka peluh yang kian menganak sungai ✿

✿ Jika Na Jadi Ibu ♥ (✿◠ ‿ ◠)


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
Ketahuilah bahwa telah lama umat menantikan ibu yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khalid bin Walid.
Agar kaulah yang mampu menjawab pertanyaan Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia:
“Ataukah tak lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan?
Seperti wanita-wanita Arab yang tak lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?”

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
jadilah seperti Asma’ binti Abu Bakar yang menjadi inspirasi dan mengobarkan motivasi anaknya untuk terus berjuang melawan kezaliman.
“Isy kariman aw mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!),” kata Asma’ kepada Abdullah bin Zubair.
Maka Ibnu Zubair pun terus bertahan dari gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi, ia kokoh mempertahankan keimanan dan kemuliaan tanpa mau tunduk kepada kezaliman. Hingga akhirnya Ibnu Zubair syahid. Namanya abadi dalam sejarah syuhada’ dan kata-kata Asma’ abadi hingga kini..

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, 
jadilah seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun. Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar..
Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih.
Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam dengan potensinya yang lain..
Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu.
Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini : Zaid bin Tsabit..

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah.
Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab.
Ia tidak lain adalah Imam Ahmad..

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, 
jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu Habibah.
Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya.
Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: “Yaa ALLAH Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMU.
Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-MU. Oleh karena itu aku bermohon kepada-MU Yaa ALLAH, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya,panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”.
Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya,
tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafi’i..

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
jadilah ibu yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman.
Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita itu. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak.
“Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam masjidil haram…”, sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan..Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais..

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, 
jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses.
Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu. 
Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri.
Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.

Source: WA Super Mother



✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿


Nangiiiis baca ini..
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu.. 
mendengarnya semacam Na artikan;
“Jika suatu saat nanti telapak kaki ALLAH perkenankan jadi syurga..”
Sambil teringat ada berapa banyak anak-anak masa depan yang tak direncanakan jadi hebat-apalagi teruntuk ummat. 
Sang ibu yang kini masih sibuk mengisi harinya dengan menegasikan persiapan dalam memiliki mereka...
Hari-harinya senang-senang semu, menumpuk dosa..menjauhi syurga. Jangankan persiapan jadi ibu, memilih yang membersamai hingga ke syurga saja, mungkin Na tak tahu bagaimana caranya. 
Atau tak mau Na memilih yang pergi kesana..?? (#eh bukan kok *Big Grin* :D)

Ah anak-anak masa depan, 
kepada siapa kelak tangan mungil kalian bergelayut meminta dididik jadi Khalid bin Walid, Imam Ahmad, Imam Malik, Abdurrahman As Sudais, atau Ahmad Zewail?
Tidak juga selalu mempersiapkannya Na yang si yang menulis ini...Terkadang lalai dengan terfokus pada permasalahan hidupnya semata..
Lalai ia bahwa meniti hari bukan tentang dirinya sendiri..
Dengan sangat percaya bahwa setiap serpih gula yang semut temukan saja adalah bagian dari rencana-NYA, 

Berbenah De...!!!
Being mom is a big deal...!!!
Preparation is a must..!!!

♥ (✿◠ ‿ ◠)





✿ Dalam Cengkraman Waktu ✿


ada pada setiap cengkraman waktu,
cekatan nafas,
menyipitnya mata,
kerut-kerut kening,
dan katupan bibir yang tergigit deretan gigi atas..
ya, semangat itu,
apa yang tertumbuhkan dalam hati..
yang bisa kau cipta sendiri.
dalam situasi apapun,
pun dalam saat ini...

saat siapa menyalahkan siapa sudah tidak penting lagi..
se-tidak penting siapa-ingin-menjelaskan-kepada-siapa..
siapa-ingin-protes-kepada-siapa..
cukup sabar saja, waktu akan berlalu, 
dan mungkin pressure seperti ini suatu saat nanti akan Na rindui..

yang harus Na yakin. “jual-beli ini dengan ALLAH”..
wa kafaa billahi syahiida..
karna surga masih jauh… 
maka kumpulkan bekal meski se-kerikil-kerikil untuk menjadi tangga menujunya.
& menjadilah batu bata yg kuat. ..

inna ma’al usri yusroo.. 
laa yukallifullahu nafsan illaa wus’ahaa.

"kalo gerak kamu bukan karna manusia, 
benturan-benturan dengan manusia tidak akan menghentikan gerakmu.” 
maka hari-hari yang berlalu ini semacam pembuktian. : karena siapa?!
dan Na sangat butuh untuk buktikan karna siapa.
sebab takkan bercampur; haq wal bathil. ilallah, aw ila maa ghoyruhu..?
kausa pembuktian itu manis! ya, pun jalan ini. Tapi Na tidak akan mengenal manis sebelum cecapi apa itu asam-asin-pahit bukan?

*Dalam cengkraman waktupun, Na menunggu.. menunggu takdir terindah-NYA*

Tuesday, December 3, 2013

✿ Pulang ✿

Andai saja hidup ini hanya sebatas permainan, 
bolehlah hidup kita seluruhnya adalah bermain dan terus bermain...
Andai kehidupan semuanya adalah sendagurau...
Tak masalah tiap detik hidup kita hanya canda tawa yang tak berujung...
Tapi ternyata, hidup ini dipenuhi ragam warna. Sekali kita gembira, lain waktu kita bersedih. 
Hidup juga adalah perjalanan singkat menuju satu dari dua negeri. 
Kemungkinan kecil adalah syurga, besar peluang ke neraka. 
Dalam hening dan sepi, ada baiknya kita bertanya pada hati :
Sudahkah kita memikirkan kemana kaki melangkah "pulang"?