Friday, December 27, 2013

✿ Butuh dan Ingin ✿


ALLAH memberi yang kita butuhkan, bukan yang kita ingini..

Dalam jenak-jenak putaran waktu dan dalam gulungan-gulungan cerita yang kita ukir setiap hari, ada kata yang memonopoli hidup kita. Memonopoli untuk menyetujui egoisme kita, mendominasi untuk mengalahkan rasa kita maka dialah “Ingin”. Aku ingin begini, aku ingin begitu. Di tiap bait-bait do’a yang terpanjat, masih terselip kata “Ingin”. Tapi, “butuh” tak selamanya “Ingin” kita. Tahukah kita bahwa dalam rangsangan dan reflex ada ruang yang tercipta, disitulah letak “Ingin” kita dibenarkan, tetapi bahwa rangsangan dan reflex itu letak “Ingin” ALLAH pada kita. 
Bisa jadi “Ingin” kita sejalan dengan “Ingin” ALLAH, namun terkadang justru “Ingin” itu ambivalen. Maka, Ingin ALLAH adalah yang merajai Ingin kita, karena ALLAH paling tau “butuh” kita…

Apakah ini ujian, cobaan, adzab atau…???

Terkadang kaki kita tersandung, tubuh kita terjengkang, wajah kita terjerembab, oleh laku yang tercipta. Ianya datang disikapi bermacam-macam, merutuki takdir, menyalahkan orang lain, atau lari dari masalah. Namun, mestinya kesadaran kita disentak bahwa ini bukan sekedar ujian, cobaan atau adzab tapi ini adalah tarbiyah. Tarbiyah dari ALLAH untuk menggiring kita pada sebuah kesadaran paripurna tentang hakikat kita sebagai hamba atas laku, kata dan fikir kita yang tak sejalan dengan aturanNYA. Maka, tiada mesti kita merutuki setiap sandungan itu yang justru baik dan membaikkan diri kita.

Antara logika dan nurani…

Adalah keniscayaan saat kita hidup dalam dua sisi logika dan nurani. Meski kadang suara nurani samar oleh bisingnya logika berargumentasi. Kita tak boleh alpa bahwa suara nurani yang bening itu menuntun kita menemukan jalan dari labirin-labirin argumentasi logika. Nurani berbicara perlahan dan lembut, ia tiada pernah menghakimi tindak tanduk kita. Namun logika senantiasa memberikan petunjuk matematis. Ada kalanya mereka berjibaku, saling berlomba memberi fatwa pada putusan kita, namun suara nurani adalah suara dahsyat yang mesti didahulukan. Mungkinkah mereka sejalan? Sangat! Sangat mungkin mereka bersinergi melangkah, memberi arah yang semakin terang benderang. Maka, hanya nurani yang bersih dan logika yang sehat yang mampu membuat putusan yang seiring dan sejalan.

Pantaskah??

Sudut ketidakpantasan tak melulu harus kita jadikan alasan yang tak berperi dari segala penolakan yang kita alami. Nyatanya, kita tak pernah kehabisan peluang untuk menjadi lebih baik. Ini bukan sekedar kita telah menerima penolakan, tapi sejauh mana penolakan itu telah mentransformasi diri kita pada satu titik “memantaskan diri” menjadi lebih baik. Mungkin penolakan adalah titik balik membenahi segala yang berhamburan dan tercecer kemana-mana. Ah, selalu saja kita butuh memanage sudut pandang. Seperti bulan yang memiliki sisi gelap dan terang. Sisi terang itulah yang nampak indah dari bumi, tapi ada sisi gelap yang tidak pernah kita tahu sama sekali. Bahkan, bisa jadi sisi tak nampak itu akan indah jika diterangi oleh cahaya.


✿ Perjalanan itu terasa amat panjang, jiwa-jiwa yang melaluinya mulai merasa keletihan. Jeda sejenak untuk melepas letih dan menyeka peluh yang kian menganak sungai ✿

0 comments:

Post a Comment