Bagaimana kabarmu wahai hati?
telah jernihkah permukaanmu dengan segala
taujih yang di lakukan indera pendengaran-mu?
Ya ALLAH, ternyata ia buram karena hal itu tak
layak untuk di dengar, pujian yang tak pantas di terima hanya karena tangan
yang berlaku biasa, tidak-kah itu sebuah kewajiban? mengapa kian terlena dan mengawang
hanya dengan sebutan 'rajin' dan 'aktif'
inna lillah... dia tak ubahnya daging busuk
berlalat yang sudah berlendir dan berulat,,, apakah tangan kaki dan mulutmu
hanya bergerak ketika ada sesosok saja yang melihat kemurahan hati-mu??
tidak-kah merasa bahwa ALLAH yang selalu
melihat.?
lalu,
ku sapa lagi sang hati, apakah kau setenang
danau yang di naungi kedamaian??
astaghfirullah, tak ubahnya hati ini seperti
onggokan darah busuk yang selalu menggejolak karena nafsu dan keinginan
duniawi,,,
aku kemudian tertegun, meratapi sang hati
bernasib kian buruk dalam kurun waktu yang kubawa dewasa ini.
tangisan itu pun tiada guna, hanya seperti
setetes hujan di lahan gersang,
pun angin kedamaian tak lagi membawa
kesejukan, hanya lalu kemudianpun berlalu, hanya sebagai penegur hati, kemudian
melena akan kesejukan yang tidak seberapa.
kemudian, sejauh manakah aku mengobati hati
yang kian parah ini,,
mengapa aku melena hanya karena sedikit saja
aku ingin merubahnya, dan itu tak ubahnya hanya sebutir pasir di pesisir
pantai.
aku tersaruk, meraung-raung,,, oh hati... apa
yang harus aku lakukan???
bagaimana aku tidak tahu bahwa kau hampir
melebur hancur dimakan ulat kesombongan, kerakusan, dan ketidak-ikhlasan.
jiwa pun meredup, perlahan... ku lihat setitik
cahya di dasar hatiku, ku mendekat, serasa hangat menjalari tubuhku,
''duhai cahya, siapakah dirimu dgn
ketenanganmu?''
dia membuka suara perlahan.
'akulah iman, dalam hatimu'
0 comments:
Post a Comment