Pernah satu hari, Na merasa takut menjadi seorang perempuan, yang mudah meluruh dan tersentuh dengan keadaan. Bahkan, takut karena perasaan ini yang selalu menyalahkan dirinya. Sering juga terbersit, kenapa Na tidak terlahir seperti perempuan lainnya? Yang mampu tegak dan bersikeras untuk menopang perasaannya. Tampak kuat hingga jarang ditemukan buliran-buliran bening di sudut matanya.
Apakah rimanya perempuan ini selalu terbayarkan oleh tangisan? Merasa perasaan itu akan terusir dengan air mata. Kadang wajah ini harus bersembunyi di balik ketundukan. Minimal di balik hijab yang membantu untuk menyamarkan.
Tahukah? Perempuan ini yang begitu mudah menurut oleh perasaannya. Entah karena ia begitu lembut hingga akan merasa terbayarkan kesemuanya oleh deraian air mata yang nantinya membawa mata ini sembab tak karuan.
Perempuan ini yang kadang rimanya terenyuh lagi mengalah atas apa yang terjadi. Kemudian hanya bisa meredakannya dengan beradu padaNYA dalam sunyinya.
Perempuan ini juga yang terkadang harus bernafas terputus-putus karena menyangga perasaannya yang seringkali hampir roboh oleh isakan yang merajainya. Sesekali mungkin memainkan kedua tangannya untuk menghapusnya.
Dan, perempuan ini yang akhirnya memang harus mengendalikannya. Sandaran perasaannya memang akan dikembalikan padaNYA. Sebab, perempuan ini yakin, ada energi yang harus diserap untuk perasaannya agar mampu dikembalikan ke tempat yang lebih baik.
Selepas hujan, ada pelangi yang mengantarnya tersenyum